Wiracarita Praja Blambangan Karya Samsubur


BALAMBANGAN sebagai praja (nagara) ataupun sebagai wira carita memang cukup seksi. Buktinya, Balambangan sebagai praja di usianya lebih unggul, mampu bertahan 300 tahun, bila dibanding dengan Praja Bhumi Jawa Majapahit yang termashur hanya bertahan selama 185 tahun saja.

Balambangan memang cukup seksi bila diibaratkan seorang gadis. Terbukti nantinya dalam jalan hidupnya banyak yang mengincarnya. Memang gadis Bhumi Pertiwi yang mudah mengoda hati penguasa serta mengundang tim ekspedisi militer asing maupun dalam negeri Nusantara, untuk memuja menyentuh lubuk hatinya yg terdalam, lalu mengeruk kekayaan yg terkandung dibadannya untuk mengisi pundi-pundi kutha nagari (ibukota) masing-masing negeri asing.

Bahkan mengobok-obok karena mereka yang tertarik saling bersaing, bercakar memperebutkan bahkan mencengkeram bahkan menghisapnya. Hingga penduduknya yang semula diprakirakan 80.000 jiwa masa jayanya (masa Mas Sembar hingga Prabhu Tawangalun tahun 1479 - 1676 = 2 abad) tinggalah sekitar 8.000 an jiwa saja masa ujung-ujungnya (Mas Alit Wiraguna memerintah (Praja Balambangan) 31 Desember 1778.

Kompeni Belandapun sebagai pengangkang terakhir tidak gratis memeluknya. Ia harus melepas modal setara 8.000 ton emas sebagai pertaruhan gengsinya yang tak sebanding dengan jerih payahnya.

Para 'Pangeran Oranye' negeri Belanda malu bila kalah melawan para pahlawan Balambangan seperti : Wong Agung Wilis ( 1768), Pangeran Jagapati & Sayu Wiwit (1771-1772) Itulah pertaruhan mereka, hingga semangat umbul-umbul Blambangan puncaknya Proklamasi terbacakan 17.08.1945, barulah semangat juang Balambangan terwujud oleh generasi penerusnya yg benar-benar gigih mempertahankannya (Samsubur, 15.10.2021).

KATA PEMBACA

1. Drs. Suminto, MM. Ketua FKDM Kabupaten Banyuwangi

Sejarah atau Wiracarita kadangkala ditulis untuk memenuhi keinginan penguasa, atau ditulis sebagai persepsi bahkan untuk sebuah misi penanaman ideologi. Tidak jarang sejarah ditulis dengan pembelokkan untuk tujuan menjajah suatu bangsa. Beberapa tulisan sulit dibedakan antara sejarah dengan dongeng yang sekedar menjadi hiburan sekaligus alat pembodohan.

Bersyukur masih ada penulis sejarah yang berintegritas dan berkomitmen untuk menyajikan sejarah sebagai fakta, yang salah satunya Drs. Samsubur, M.Si.Dari padaNya kita bersyukur atas tulisan tentang sejarah Blambangan, yang digali dengan sungguh-sunguh dari sumber-sumber terpercaya, hingga kita bisa mendapatkan informasi kesejarahan tentang Blambangan yang lebih banyak dan baik.

Blambangan memiliki peradaban agung, yang walaupun tidak semegah Majapahit namun mampu melanjutkan kerajaan Majapahit hingga lebih dari tiga abad. Kendati dalam perjalanannya diwarnai pasang surut, sengketa dan konflik, kerajaan Blambangan telah mewariskan suatu pelajaran besar bagi tumbuhnya rasa nasionalisme, patriotisme dan heroisme.

Sifat-sifat tersebut tidak terlepas dari nilai-nilai yang diyakini dan dipedomani oleh raja dan masyarakat Blambangan. Bagi masyarakat Blambangan negara adalah ibu pertiwi yang secara filosofis bermakna bumi sebagai tempat kita dilahirkan, dibesarkan dan kelak kita akan kembali. Karenanya ibu pertiwi harus dibela layaknya seorang ibu yang harus diaga kehormatannya dengan pertaruhan nyawa sekalipun.

Puputan Bayu yang menelan ribuan korban jiwa, adalah harga yang mahal untuk mempertahankan keyakinan.Keyakinan rakyat Blambangan telah sirna bersama dengan moksanya para kusuma bangsa. Kini keyakinan itu tumbuh bersemi di tengah-tengah keyakinan lain yang telah sempat menggantikannya.

Bumi Blambangan semakin indah dengan tumbuhnya bunga-bunga keyakian yang berwarna-warni.Berbagai agama yang dapat hidup dalam harmoni. Masyarakat heterogen yang damai, hang aran Banyuwangi (Drs. Suminto, MM. Ketua FKDM Kabupaten Banyuwangi)

2. Yeti Chotimah, M.Pd

Bapak Samsubur merupakan sosok yang unik dan senantiasa menggunakan insting pengetahuannya untuk membuka labirin sejarah Belambangan yang saling terkait dengan kerajaan lainnya.Sudut pandang dan penulisan yang lebih kekinian dari kerajaan Belambangan yang disertai berbagai bukti putentik.Apresiasi semangat berliterasi untuk Bapak Samsubur. Semoga buku terbarunya ini mampu memotivasi berbagai kalangan agar terus berkarya sebangai bagian dari pembelajaran sepanjang hayat (Yeti Chotimah, M.Pd. Penggiat literasi sekaligus anggota Masyarakat Sejarawan Indonesia)

3. Dr. Agus Mursidi, M.Pd

Saya menyatakan bahwa buku WIRACARITA PRAJA BALAMBANGAN bila dikaji lebih dalam merupakan penyempurna dari buku Sejarah Kerajaan Balambangan yang di terbitkan tahun2008 yang mengalami penambahan-penambahan sumber yang dilengkapi oleh penulis. Buku ini sangat baik untuk dikaji oleh sejarawan baik pemerhati maupun akademisi, masih ada beberapa reverensi yang belum di gunakan sebagai pembanding dalam tulisan ini seperti babad dan lontar yang mencritakan hubungan lansung antara blambangan dan bali yang tersimpan di museum Kirtya Singaraja.

Kebanyakan sumber yang digunakan masih berpusat pada babad blambangan, catatan-catatan penelitian yang berpusat dari studi di jawa dan hasil studi barat yang berlokasi di jawa. Jadi buku ini sebagai pembuka diskusi dengan menghadirkan referensi-referensi baru yang bisa dilakukan oleh para sarjana, pemerhati sejarah, dan akademisi, tidak hanya sejarah Blambangan abad 16-18 M yang sering di dikusikan namun diakhir buku ini memancing pembaca untuk menelisik sejarah Blambangan abad 5 SM – 14 M yang masih perlu untuk di ungkap selanjutnya. (Dr. Agus Mursidi, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan Universitas PGRI Banyuwangi, Alumi Pascasarjana UNS Pendidikan Sejarah, dan S3 Kajian Budaya Universitas Udayana)


0 Komentar